Saturday 16 December 2017

Sikap Indonesia untuk Palestina, sekonsisten Amerika Serikat anak emaskan Israel


Seminggu ini dunia dikejutkan oleh pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenai pengakuan ibukota Israel yaitu Yerusalem. Kontan saja hal ini menyulut tanggapan yang kurang baik dari belahan dunia, terutama dari negara – negara yang mayoritas berpenduduk muslim seperti Indonesia. 

Donald Trump dan kontroversinya
Donald Trump Presiden AS ini sejak masa awal kampanye pemilihan presiden hingga saat menjabatnya sekarang terus menuangkan pernyataan, sikap atapun kebijakan yang kontroversial. Salah satunya yang saat ini kita ketahui bersama. Tepat pada tanggal 6 Desember 2017 (waktu AS), Donald Trump membuat kebijakan yang mengejutkan bagi dunia, yaitu sebuah pengakuan atas eksistensi Israel di Kota Yerusalem yang notabenenya masih menjadi sengketa antara Israel dan Palestina sekalipun Israel sendiri bagi penulis pribadi eksistensinya sebagai sebuah negara masih perlu dipertanyakan.
Pernyataan Donald Trump tersebut tentu menuai kecaman terutama bagi negara – negara yang mendukung kemerdekaan Palestina, tidak hanya sampai pada sebuah pengakuan eksistensi Israel atas kota Yerusalem sebagai ibu kota Israel melainkan Trump juga berniat untuk memindahkan kantor kedutaannya (AS) dari Tel. Aviv ke Yerusalem. Tentu sebuah kebijakan yang sangat kontroversial dan beresiko untuk perdamaian di Timur Tengah. 

Yerusalem “Kota Suci” Tiga Agama Abrahamik
Yerusalem atau Al – Quds dalam bahasa arab merupakan salah satu Kota tertua di dunia, terletak di dataran tinggi Yudea antara Laut Tengah dan Laut Mati. Kota ini dianggap sebagai Kota Suci bagi tiga agama besar “Abrahamik” yaitu Yudaisme (Yahudi), Kekristenan (Kristen) dan Islam. Penulis hanya akan memberikan padangan singkat mengenai kota ini. Mengingat kota ini merupakan salah satu peniggalan situs dunia yang tentu saja masih menjadi perdebatan dan terus memicu konflik.
Dalam sejarah panjangnya, Yerusalem pernah dihancurkan dua kali dan diperebutkan sebanyak 44 kali. Terdapat tembok yang merupakan wilayah tertua di kota ini yang menjadi permukiman sejah era millennium ke – 4 Sebelum Masehi yang dibangun oleh pemerintahan Sulaiman Yang Agung. Tembok tersebut saat ini mengelilimgi komplek kota Lama yang secara turun – temurun telah menjadi sebuah kawasan Armenia, Kristen, Yahudi dan Islam sejak awal abad ke – 19. Kota Lama tersebut juga telah menjadi Situs Warisan Dunia pada tahun 1981 dan termasuk dalam kategori Situs Warisan Dunia yang dalam Bahaya, meskipun saat ini Yerusalem telah berkembang menjadi kota yang modern.
Sebagai Kota Suci bagi ketiga agama tersebut Yerusalem senantiasa diperebutkan status otoritasnya. Sejak Era – Kuno hingga saat ini klaim sepihak yang dilakukan oleh Donald Trump atas Yerusalem. Bangsa Israel (Zionis) dan Bangsa Palestina. Keduanya pun mengklaim Yerusalem sebagai Ibu Kota Negaranya masing – masing. Seperti pada tahun 2010 lalu Israel mengeluarkan undang – undang mengenai status priopritas nasional dalam hal pembangunan kota Yerusalem.
Status Kota Yerusalem terutama tempat – tempat sucinya, masih menjadi masalah utama dalam konflik Israel – Palestina. Israel dengan sepihak membuat kebijakan – kebijakan atau sikap yang senantiasa memicu konflik, seperti pembangunan dan perluasan wilayah Yahudi di kawasan Muslim Kota Lama. Sementara bagi beberapa pemimpin Islam bahwa klaim sepihak kaum Yahudi tersebut sangat bertolak belakang dengan fakta sejarah yang ada dan menyatakan bahwa Tembok Barat yang berusia 2500 tahun  di Kawasan Kota Lama tersebut merupakan bagian dari sebuah masjid.

Sikap Dunia dan Masyarakat Islam
Israel sebenarnya sejak bulan 5 Desember 1949 pada saat Perdana Menteri pertamanya David Ben-Gurion telah memproklamirkan Yerusalem sebagagi ibu kota Israel meskipun pada saat itu Yerusalem masih terbagi antar Israel di Yerusalem Barat dan Yerusalem Timur bagian Yordania.Pada tanggal 20 Agustus 1980 Dewan Keamanan PBB mengesahkan Resolusi 478 yang menyatakan Hukum Dasar Yerusalem sebagai ibu kota Israel merupakan “suatu pelanggaran hukum internasional” dan “batal serta tidak berlaku dan harus segera dicabut”.
 Sedangkan Kongres AS pada tahun 1995 mengesahkan sebuah Akta mengenai Kedutaan Yerusalem bahwa status kedutaan jika diperlukan, tergantung pada kondisi dapat dipindahkan dari Tel. Aviv ke Yerusalem. Para Presiden AS sebelum Donald Trump berpandangan bahwa resolusi – resolusi kongres AS hanyalah sebuah nasihat. Sikap Donald Trump kali berbeda dengan Presiden sebelumnya hal ini menghasilkan berbagai macam reaksi dari dunia Internasional.
AS menjadi negera pertama yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel yang kemudian menimbulkan reaksi protes dan kecaman dari dunia Internasional bahwa dari negara – negara yang dikenal dengan sekutunya seperti Perancis dan Inggris yang langsung bereaksi menolak sikap AS, Uni Eropa pun tidak setuju dengan sikap AS dan tidak mendukung begitu pula dengan Paus Fransiskus Roma dan PBB yang lebih mengutamakan status quo mengenai status Yerusalem agar ditemukan sebuah solusi sesuai dengan resolusi PBB.
Lalu bagaimana dengan sikap negara – negara yang mayoritas muslim? Mulai dari Turki, Arab Saudi, Qatar hingga Iran satu suara bahwa sikap yang diambil oleh Donald Trump dapat memicu gejolak konflik yang semakin tinggi dikawasan Timur Tengah. Liga Arab yang semula mempercayakan AS sebagai mediator ataupun juru runding atas konflik Israel – Palestina kini mulai meragukan komitmen dari AS. Sedangkan Tionkok dan Rusia tetap mengakui Yerusalem Timur sebaga Ibu kota Palestina.

Indonesia Palestina selalu terikat
Pengakuan Presiden Donald Trump atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel langsung menuai kecaman dari dunia internasional. Begitu juga Indonesia langsung mengecam dan menyayangkan sikap Donald Trump tersebut. Presiden Jokowi sangat menyayangkan sikap mengingat stabilitas politik dan perdamaian yang ada akan terganggu di kawasan Timur Tengah khusus Yerusalem. Bahkan Presiden Jokowi berniat untuk menghadiri langsung pertemuan OKI yang akan diselenggarakan di Turki unutk menyuarakan langsung sikap Indonesia mengenai status kota Yerusalem.
Sikap penolakan dan kecaman yang dilakukan Indonesia untuk membela Palestina memang sebuah bentuk komitmen dan tidak bisa dilepaskan dari sejarah. Palestina merupakan salah satu negara yang mengakui kedaulatan Indonesia pada awal kemerdekaan, selain itu Ir. Soekarno Presiden Indonesia pertama tersebut sejak mengambil sikap keras dan mengutuk agresi Israel terhadap negara – negara arab dan mendukung perjuangan kemerdekaan negara – negara arab melawan Israel.
Ikatan yang kuat tidak hanya terbatas pada kesamaan mayoritas penduduknya yang beragama Islam melainkan juga sebagai bentuk solidaritas sebagai bangsa yang melawan segala macam bentuk penjajahan dan agresi sebagaiman yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 Indonesia. Penulis berpandangan bahwa sikap yang diambil oleh Donald Trump merupakan bentuk ketidak pahaman Donal Trump terhadap kondisi yang ada di kawasan Timur Tengah terutama di kota Yerusalem sendiri. Selain itu sikap tersebut merupakan salah satu bentuk realisasi pada waktu Donald Trump kampanye Pilpres AS lalu. Hal yang penting harus kita lakukan adalah terus mendukung perjuangan bangsa Palestina atas agresi Israel terhadap mereka selain itu kita juga mengharapkan solidaritas dan sikap tegas dari negara – negara ataupun organisasi internasional yang memiliki visi dan misi kemanusiaan bukan hanya sebuah retorika. Penulis meyakini bahwa Presiden Jokowi dan bangsa Indonesia tetap berkomitmen dan membela hak – hak bangsa dan rakyat Palestina untuk merdeka dari agresi yang dilakukan oleh Israel.


Referensi:                                          
http://www.bbc.com/indonesia/dunia-42261446                            
https://id.wikipedia.org/wiki/Yerusalem

Gambar:





No comments:

Post a Comment

Sang Maestro Campursari yang Bikin Ambyar

Menjelang pertengahan tahun 2020 Indonesia dikagetkan oleh kepergian sejumlah selebritisnya. Namun yang sangat mengagetkan adalah kepergian...