Seminggu ini dunia dikejutkan oleh
pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenai pengakuan ibukota
Israel yaitu Yerusalem. Kontan saja hal ini menyulut tanggapan yang kurang baik
dari belahan dunia, terutama dari negara – negara yang mayoritas berpenduduk
muslim seperti Indonesia.
Donald Trump dan kontroversinya
Donald Trump Presiden AS ini sejak
masa awal kampanye pemilihan presiden hingga saat menjabatnya sekarang terus
menuangkan pernyataan, sikap atapun kebijakan yang kontroversial. Salah satunya
yang saat ini kita ketahui bersama. Tepat pada tanggal 6 Desember 2017 (waktu
AS), Donald Trump membuat kebijakan yang mengejutkan bagi dunia, yaitu sebuah
pengakuan atas eksistensi Israel di Kota Yerusalem yang notabenenya masih
menjadi sengketa antara Israel dan Palestina sekalipun Israel sendiri bagi
penulis pribadi eksistensinya sebagai sebuah negara masih perlu dipertanyakan.
Pernyataan Donald Trump tersebut tentu
menuai kecaman terutama bagi negara – negara yang mendukung kemerdekaan
Palestina, tidak hanya sampai pada sebuah pengakuan eksistensi Israel atas kota
Yerusalem sebagai ibu kota Israel melainkan Trump juga berniat untuk
memindahkan kantor kedutaannya (AS) dari Tel. Aviv ke Yerusalem. Tentu sebuah
kebijakan yang sangat kontroversial dan beresiko untuk perdamaian di Timur
Tengah.
Yerusalem “Kota Suci” Tiga Agama Abrahamik
Yerusalem atau Al – Quds dalam bahasa
arab merupakan salah satu Kota tertua di dunia, terletak di dataran tinggi
Yudea antara Laut Tengah dan Laut Mati. Kota ini dianggap sebagai Kota Suci
bagi tiga agama besar “Abrahamik” yaitu Yudaisme (Yahudi), Kekristenan
(Kristen) dan Islam. Penulis hanya akan memberikan padangan singkat mengenai
kota ini. Mengingat kota ini merupakan salah satu peniggalan situs dunia yang
tentu saja masih menjadi perdebatan dan terus memicu konflik.
Dalam sejarah panjangnya, Yerusalem
pernah dihancurkan dua kali dan diperebutkan sebanyak 44 kali. Terdapat tembok
yang merupakan wilayah tertua di kota ini yang menjadi permukiman sejah era
millennium ke – 4 Sebelum Masehi yang dibangun oleh pemerintahan Sulaiman Yang
Agung. Tembok tersebut saat ini mengelilimgi komplek kota Lama yang secara
turun – temurun telah menjadi sebuah kawasan Armenia, Kristen, Yahudi dan Islam
sejak awal abad ke – 19. Kota Lama tersebut juga telah menjadi Situs Warisan
Dunia pada tahun 1981 dan termasuk dalam kategori Situs Warisan Dunia yang dalam
Bahaya, meskipun saat ini Yerusalem telah berkembang menjadi kota yang modern.
Sebagai Kota Suci bagi ketiga agama
tersebut Yerusalem senantiasa diperebutkan status otoritasnya. Sejak Era – Kuno
hingga saat ini klaim sepihak yang dilakukan oleh Donald Trump atas Yerusalem. Bangsa
Israel (Zionis) dan Bangsa Palestina. Keduanya pun mengklaim Yerusalem sebagai
Ibu Kota Negaranya masing – masing. Seperti pada tahun 2010 lalu Israel
mengeluarkan undang – undang mengenai status priopritas nasional dalam hal pembangunan
kota Yerusalem.
Status Kota Yerusalem terutama tempat
– tempat sucinya, masih menjadi masalah utama dalam konflik Israel – Palestina.
Israel dengan sepihak membuat kebijakan – kebijakan atau sikap yang senantiasa
memicu konflik, seperti pembangunan dan perluasan wilayah Yahudi di kawasan
Muslim Kota Lama. Sementara bagi beberapa pemimpin Islam bahwa klaim sepihak
kaum Yahudi tersebut sangat bertolak belakang dengan fakta sejarah yang ada dan
menyatakan bahwa Tembok Barat yang berusia 2500 tahun di Kawasan Kota Lama tersebut merupakan
bagian dari sebuah masjid.
Sikap Dunia dan Masyarakat Islam
Israel
sebenarnya sejak bulan 5 Desember 1949 pada saat Perdana Menteri pertamanya
David Ben-Gurion telah memproklamirkan Yerusalem sebagagi ibu kota Israel
meskipun pada saat itu Yerusalem masih terbagi antar Israel di Yerusalem Barat
dan Yerusalem Timur bagian Yordania.Pada tanggal 20 Agustus 1980 Dewan Keamanan
PBB mengesahkan Resolusi 478 yang menyatakan Hukum Dasar Yerusalem sebagai ibu
kota Israel merupakan “suatu pelanggaran hukum internasional” dan “batal serta
tidak berlaku dan harus segera dicabut”.
Sedangkan
Kongres AS pada tahun 1995 mengesahkan sebuah Akta mengenai Kedutaan Yerusalem
bahwa status kedutaan jika diperlukan, tergantung pada kondisi dapat
dipindahkan dari Tel. Aviv ke Yerusalem. Para Presiden AS sebelum Donald Trump
berpandangan bahwa resolusi – resolusi kongres AS hanyalah sebuah nasihat.
Sikap Donald Trump kali berbeda dengan Presiden sebelumnya hal ini menghasilkan
berbagai macam reaksi dari dunia Internasional.
AS menjadi
negera pertama yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel yang kemudian
menimbulkan reaksi protes dan kecaman dari dunia Internasional bahwa dari
negara – negara yang dikenal dengan sekutunya seperti Perancis dan Inggris yang
langsung bereaksi menolak sikap AS, Uni Eropa pun tidak setuju dengan sikap AS
dan tidak mendukung begitu pula dengan Paus Fransiskus Roma dan PBB yang lebih
mengutamakan status quo mengenai
status Yerusalem agar ditemukan sebuah solusi sesuai dengan resolusi PBB.
Lalu
bagaimana dengan sikap negara – negara yang mayoritas muslim? Mulai dari Turki,
Arab Saudi, Qatar hingga Iran satu suara bahwa sikap yang diambil oleh Donald
Trump dapat memicu gejolak konflik yang semakin tinggi dikawasan Timur Tengah.
Liga Arab yang semula mempercayakan AS sebagai mediator ataupun juru runding
atas konflik Israel – Palestina kini mulai meragukan komitmen dari AS.
Sedangkan Tionkok dan Rusia tetap mengakui Yerusalem Timur sebaga Ibu kota
Palestina.
Indonesia Palestina selalu terikat
Pengakuan Presiden Donald Trump atas
Yerusalem sebagai ibu kota Israel langsung menuai kecaman dari dunia
internasional. Begitu juga Indonesia langsung mengecam dan menyayangkan sikap
Donald Trump tersebut. Presiden Jokowi sangat menyayangkan sikap mengingat
stabilitas politik dan perdamaian yang ada akan terganggu di kawasan Timur
Tengah khusus Yerusalem. Bahkan Presiden Jokowi berniat untuk menghadiri
langsung pertemuan OKI yang akan diselenggarakan di Turki unutk menyuarakan
langsung sikap Indonesia mengenai status kota Yerusalem.
Sikap penolakan dan kecaman yang
dilakukan Indonesia untuk membela Palestina memang sebuah bentuk komitmen dan
tidak bisa dilepaskan dari sejarah. Palestina merupakan salah satu negara yang
mengakui kedaulatan Indonesia pada awal kemerdekaan, selain itu Ir. Soekarno
Presiden Indonesia pertama tersebut sejak mengambil sikap keras dan mengutuk
agresi Israel terhadap negara – negara arab dan mendukung perjuangan
kemerdekaan negara – negara arab melawan Israel.
Ikatan yang kuat tidak hanya terbatas
pada kesamaan mayoritas penduduknya yang beragama Islam melainkan juga sebagai
bentuk solidaritas sebagai bangsa yang melawan segala macam bentuk penjajahan
dan agresi sebagaiman yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 Indonesia. Penulis
berpandangan bahwa sikap yang diambil oleh Donald Trump merupakan bentuk
ketidak pahaman Donal Trump terhadap kondisi yang ada di kawasan Timur Tengah
terutama di kota Yerusalem sendiri. Selain itu sikap tersebut merupakan salah
satu bentuk realisasi pada waktu Donald Trump kampanye Pilpres AS lalu. Hal
yang penting harus kita lakukan adalah terus mendukung perjuangan bangsa
Palestina atas agresi Israel terhadap mereka selain itu kita juga mengharapkan
solidaritas dan sikap tegas dari negara – negara ataupun organisasi
internasional yang memiliki visi dan misi kemanusiaan bukan hanya sebuah
retorika. Penulis meyakini bahwa Presiden Jokowi dan bangsa Indonesia tetap
berkomitmen dan membela hak – hak bangsa dan rakyat Palestina untuk merdeka
dari agresi yang dilakukan oleh Israel.
Referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Yerusalem
Gambar:
No comments:
Post a Comment